Halaman

Kamis, 17 Januari 2013

My Supermom...

Ngomongin ibu, aku punya julukan tersendiri untuk beliau. Yaitu super mom…julukan yang terdengar berlebihan tapi ya itulah beliau, selalu ready setiap saat. Boleh kuceritakan sedikit ya…ibuku itu orangnya gak mau diem. Apalagi kalau berhubungan dengan urusan bebenah rumah sama masak di dapur. Kayanya gak ada tuh kata-kata malas atau entar-entaran untuk semua urusan. 

Awalnya sifat beliau mungkin berbanding terbalik dengan sifatku…hmmm kalau kata beliau “anak muda sekarang” ….hehe..padahal tentu saja umurku sudah tidak muda lagi. Pernah suatu hari aku disuruh untuk memasak, aku bilang “entar aja mih…kan masih pagi ini, lagi juga siapa yang mau makan sepagi ini…” beliau berkata “biasa, anak muda, kalau disuruh entar-entaran, giliran orang lain pada mau makan aja, keder deh”. Akhirnya ibu juga yang masuk dapur. Ibu itu orang yang sangat memuliakan tamu. Makanya setiap orang yang pernah berkunjung ke rumah kami di kampung, pasti sangat terkesan dengan jamuan dan pelayanan yang diberikan.
Aku ingat saat beliau menjadi teman setia alm.bapakku. Ibu dan bapak itu udah kaya soulmate yang tak terpisahkan. Gimana enggak ya, setiap mau makan, mereka suka saling nunggu. Kalau salah satu diantara mereka belum hadir, pasti yang satu belum mau makan. Bapakku juga gitu, kalau ibuku belum duduk satu meja dengannya, beliau gak mau makan. Mau minum saja, nunggu diambilin sama ibu. Duuuh kalau aku kaya gitu udah gak sabar kali ya… mereka itu selalu berdua, pergi kondangan, jenguk orang sakit, ke mesjid, ke dokter , ke luar kota, selalu kompak berdua. Saat bapak sakit, ibu setia merawat. Kalau kata bapak, ibu itu orang yang paling cekatan dan gak suka ngeluh. Dalam hal apapun. Contohnya, waktu mengantar bapak periksa ke sebuah Rumah Sakit di luar kota. Ibu sangat gesit mondar-mandir ngurus administrasi sampai mencari tempat penginapan untuk bermalam. Luaaar biasa ibuku itu. 

Buat ibu, mungkin saat paling bahagia adalah saat bersama dengan bapak. Makanya beliau sangat begitu kehilangan saat bapak harus berpulang kepangkuan sang Khalik. Oia, aku lupa menceritakan kalau ibu dan bapakku tinggal hanya berdua di rumah. Sementara kami anak-anaknya selepas lulus sekolah, melanjutkan kuliah ke Jakarta dan Bandung. Setelah bapak meninggal saja, ibu enggan diajak tinggal dengan kami di Jakarta, paling kadang-kadang saja beliau mau berkunjung. Beliau bilang katanya “kasihan bapak sendiri”… tuuh bapak sudah meninggal saja, beliau tetap merasa dekat dan ada. ya sudahlah kami tidak bisa memaksakan kehendak ibu, kami harus mengalah dengan sering bergiliran pulang kampung untuk menemani kesepian beliau.
Kembali ke sifat ibuku yang cekatan dan gesit itu, aku jadi ingat waktu aku masih tinggal bersama beliau. Aku yang kata ibu “anak muda” boleh dibilang tidak gesit, seringkali dapat omelan dari beliau. Omelan yang menurutku tidak penting waktu itu. Misalnya, dulu, setiap pulang sekolah setelah makan siang, aku selalu tidur siang. Bangun sering kebablasan. Jam 4 sore aku baru bangun. Itupun terbangun karena dengar ocehan ibu yang menyuruhku mandi, sholat atau bantu nyapu rumah. Tugas yang berat buatku. Belum lagi selesai menyapu, ibu menyuruhku nyuci piring dan beresin kamar. 

Beliau itu orang yang sangat apik,tidak suka melihat rumah berantakan. Pokoknya rumah itu harus selalu terlihat rapi. Alasannya menurut beliau rapi itu indah, trus kalau rumah sudah rapi, nanti kalau ada tamu, gak malu dilihatnya. Dulu, aku sering banget ngedumel kalau disuruh ini itu. Aku selalu bilang “iyaa…entar”. Sampai saking keselnya denger jargon ku, akhirnya beliau juga yang turun tangan. Hebat, semua dilakukan tanpa mengeluh…..
Sekarang, saat aku sudah berumah tangga dan punya anak, sifat ibu yang rajin bebenah kayanya mulai menurun padaku. Aku yang selalu risih melihat rumah berantakan, cucian piring numpuk, dan halaman kotor jadi lebih sigap untuk bersih-bersih. Semua yang dulu pernah aku lihat dari ibuku, aku coba terapkan saat ini. Anakku pun yang masih balita, sudah kuajarkan untuk hidup bersih.
Ya itulah moment yang menurutku bukan hanya bahagia, tapi berharga. Sifat-sifat positif ibuku, telah membuat aku belajar untuk lebih gesit, cekatan, sabar bahkan setia terhadap pasangan. Beliau memang tidak mengajariku secara langsung, tapi dengan memberikan contoh yang baik saja, aku bisa menangkap maknanya. Sehat terus ya ibuku sayang.. we love you mom….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar